Recent twitter entries...

I'm Sorry And I Love You Forever

I’m Sorry And
I Love You, Forever


Mereka bilang setiap kali hujan turun, seseorang di suatu tempat telah menyakiti hati orang lain.
Caca tetap tak bergeming dari tempatnya berdiri, matanya terpaku pada sosok yang sangat dikenalinya, pada sosok yang begitu ia cintai. Seseorang yang selalu ia percayai dengan seluruh jiwanya namun lihatlah apa yang harus dia saksikan sekarang. Orang yang begitu dia cintai, orang yang begitu ia percayai telah dengan mudahnya mengkhianati cinta mereka. Sungguh bagaikan berton-ton batu yang dijatuhkan secara bersamaan tepat di dadanya, membuatnya sulit untuk bernafas. Membuatnya tak mampu lagi menahan air mata yang telah menggantung di pelupuk matanya. Sungguh terasa begitu sakit, sangat sakit bagaikan ada ribuan bilah pisau yang telah mengiris-iris hatinya yang lembut. Semuanya tak tertahankan lagi, matanya, hatinya, tubuhnya tak sanggup lebih lama lagi menyaksikan itu semua.
“Aozora...” bibirnya bergumam lirih. Ada begitu banyak lara yang tak lagi tertahankan di sana.
Orang itu terlonjak kaget, seketika itu juga kesadaran mulai kembali memenuhi kepalanya. Segera dilepaskannya pagutan bibirnya dari gadis yang berada di pelukannya itu.
Aozora berdiri kaku di tempatnya, kepalanya menggeleng pelan seolah ingin mengingkari apa yang telah ia lakukan dengan gadis yang berada di sebelahnya itu.
Bibirnya menganga seakan ingin menjelaskan semuanya namun sungguh tak ada yang mampu keluar dari sana kecuali nama gadis yang berdiri di hadapannya itu, gadis yang tengah terluka itu.
“Caca…” Aozora kembali menggelengkan kepalanya dan kedua tangannya menjambak kasar rambutnya, sebuah kebiasaan yang selalu dia lakukan setiap kali dia tak tahu lagi apa yang harus dia lakukan.
Aozora tetap tak bergeming dari tempatnya, menyaksikan segala kekecewaan yang muncul di wajah Caca dan… dan air mata gadis itu sungguh membuatnya semakin tak tahu apa yang harus ia lakukan.
Dia tetap tak bergeming, sungguh tak sanggup lagi bahkan hanya untuk mencegah Caca pergi dari sana. Tidak, sungguh dia tak mampu lagi…
Caca berlari kencang meninggalkan tempat menyakitkan itu membawa serta segala kekecewaan dan rasa sakit hati yang bagaikan hantu yang dengan setia mengikutinya
Maka lihatlah hujan semakin deras membasahi bumi, seseorang di suatu tempat telah kehilangan separuh dari hatinya.

♥♥♥

Mereka bilang setiap kali langit gelap tak berbintang, seseorang di suatu tempat telah kehilangan sesuatu yang sangat penting dalam hidupnya, cintanya.
Aozora masih tetap tak bergeming dari tempatnya berdiri. Matanya masih menatap lurus tempat dimana tadi Caca berdiri menyaksikan segala kebodohan yang telah dia lakukan.
“Kau baik-baik saja” seseorang membuyarkan lamunannya, gadis itu biang kerok dari segala masalah yang terjadi antara dia dan Caca.
Gadis itu tersenyum genit dan kembali memeluk tubuhnya serta menciumi bibirnya seakan sama sekali tak terganggu dengan kejadian tadi.
“Tinggalkan aku sendiri” Aoazora mendorong tubuh gadis itu agar menjauh darinya. Namun gadis itu kembali menjangkau tubuh Aozora dan menggelayut manja di pundaknya, bibirnya kembali menyunggingkan senyum yang sungguh menjijikkan.
“Ayolah, kau kenapa? Jangan katakan ini gara-gara gadis tolot itu. Lihatlah bukankah dia sama sekali tak sebanding denganku?”
Aozora menatap tajam gadis itu, dia menyunggingkan sebuah senyum.
“Ya, kalian memang tidak sebanding”
Gadis itu tersenyum puas membanggakan dirinya. Namun senyum itu seketika sirna ketika tanpa dia sangka Aozora tiba-tiba mencengkram lehernya dan menarik wajahnya lebih dekat.
“Dia, gadis yang kau katakan tolol itu jauh lebih berharga berkali-kali lipat dari pada dirimu! Kau dengar DIA JAUH LEBIH BERHARGA DARI KAU!!” Aozora berteriak keras di telinga gadis itu, tangannya masih mencengkram leher gadis itu, sementara tangan gadis itu memukul- mukul seluruh bagian tubuh Aozora yang mampu dia jangkau dengan kedua tangannya.
Rasa takut telah benar-benar menjalar di sekujur tubuh gadis itu, sungguh seketika itu juga Aozora pasti mampu mematahkan lehernya dengan hanya satu tangan.
“Sekarang tinggalkan aku sendiri” Aozora melepaskan cengkraman tangannya dan mendorong gadis itu menjauh darinya. Gadis itu jatuh tersungkur di lantai, nafasnya masih tersengal-sengal tak beraturan. Namun sungguh berada di dekat Aozora saat ini sama saja dengan bunuh diri. Gadis itu berdiri pelan dan bersiap melangkah pergi.
Kau memang gila!” umpat gadis itu sambil berjalan menjauh.
Aozora menendang kursi dan meja yang berada di dekatnya, dia berteriak keras. Kali ini dia sungguh telah kehilangan semua kekuatan dalam tubuh dan hatinya. Dia duduk bersimpuh di lantai, tangannya kembali menjambak kasar rambutnya dan air mata kini mengalir deras di kedua pelupuk matanya. Bayangan wajah kecewa Caca kembali menghantuinya, menyayat hatinya dengan sayatan-sayatan yang terasa begitu menyakitkan.
“Bagaimana mungkin aku bisa sebodoh ini? Bagaimana mungkin aku bisa begitu egois? Bagaimana mungkin aku begitu tega menyakiti hati malaikatku itu? Bagaimana mungkin aku begitu tega menumpahkan air mata di mata yang begitu polos itu? Bukankah seharusnya aku yang menjaga hatinya agar tak terluka dan tetap utuh? Bukankah seharusnya aku yang menghapus air mata yang mengalir di pelupuk mata itu? Tapi kenapa justru sekarang aku yang menyakiti malaikat itu? Kenapa aku begitu bodoh!!!” Aozora menangis lebih keras dari sebelumnya. Dia bangkit dari tempatnya jatuh terduduk dan dia berjalan menuju cermin yang berada di dekatnya. Dia berdiri menyaksikan pantulan dirinya di cermin dan rasa kebencian akan dirinya telah benar-benar menguasainya.
“Aozora kau sungguh begitu bodoh! Kau tahu kau telah benar-benar kehilangan cintamu, kau telah benar-benar kehilangan dia” Aozora berbisik lirih mencaci kebodohan yang telah dia lakukan, suatu kebodohan yang telah benar-benar membuatnya kehilangan sesuatu yang begitu berharga baginya. Emosi telah benar-benar memenuhi hatinya, di tatapnya kembali pantulan dirinya di cermin. Aozora tersenym nelangsa.
“Kau sungguh tolol!” Aozora menghantamkan tangannya ke cermin, menghancurkan cermin itu menjadi potongan-potongan mozaik kecil persis seperti hatinya saat ini. Darah segar mengalir dari tangannya. Namun sungguh dia sama sekali tak menghiraukannya bahkan diam-diam dia berharap rasa sakit di tangannya mampu menggantikan rasa sakit dari hatinya yang tak lagi tertahankan.
Maka lihatlah langit yang terlihat semakin terlihat gelap, seseorang di suatu tempat telah benar-benar kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.

♥♥♥

Mereka bilang setiap kali angin bertiup, seseorang di suatu tempat tengah berusaha melupakan kenangan yang berharga.
Caca duduk bersimpuh di samping ranjangnya, air mata masih mengalir deras di pelupuk matanya. Dia menatap nelangsa sebuah foto yang terpajang rapi di mejanya di samping ranjangnya. Foto dirinya dan Aozora, mereka menatap mata satu sama lain dan mereka tersenyum bahagia.
Caca bangkit dari tempatnya dan meraih foto itu, dan air mata kini mengalir lebih deras dari sebelumnya.
“Heh… kini ini semua terasa begitu menggelikan. Sungguh semua tampak begitu menyakitkan di mataku. Senyum bahagia itu kini sepenuhnya telah benar-benar hilang dan menjelma menjadi hantu-hantu kenangan yang begitu mengerikan. Cinta… sungguh haruskah seperti ini, haruskah terasa begitu pahit dan menyakitkan seperti ini? Kenapa harus kau yang menggoreskan luka yang begitu dalam di hatiku? Kenapa harus senyum ini yang menyeringai kejam padaku? Kau… lihatlah bagaimana tubuhkku telah benar-benar kehilangan kekuatannya. Kau dan kenangan ini… bagaimana aku harus bertahan darinya?”
Maka lihatlah setiap kali angin berhembus begitu kencang, seseorang di suatu tempat tengah benar-benar berusaha melupakan kenangan akan cintanya.

♥♥♥

Mereka bilang setiap kali sebatang pohon ditanam, seseorang di suatu tempat tengah berusaha memperbaiki kesalahannya.
Aozora menggenggam erat lengan Caca mencegahnya pergi.
“Kumohon” Aozora menatap penuh harap pada Caca. Dibimbingnya gadis itu ke bangku taman tempat dimana mereka tadi tak sengaja bertemu.
Aozora kembali melirik ke arah Caca, ditatapnya gadis itu yang terkesan seolah telah enggan menatap wajahnya. Aozora menarik nafas dalam dan tersenyum kecut. Beberapa kali bibirnya terbuka dan menutup kembali, heh… begitu banyak keraguan di sana, rasa takut akan penolakan gadis itu. Semua seolah telah bercampur jadi satu berubah menjadi racun yang menyerang seluruh organ tubuhnya membuatnya tak memiliki daya lagi. Padahal sungguh Aozora telah berulang kali berlatih untuk ini semua, untuk mengungkapkan penyesalannya, namun seketika itu juga semua kata-kata itu berbalik menghianatinya dan mengabur menghilang begitu saja dari ingatannya. Kini hanya ada rasa bersalah yang begitu besar di hatinya yang tak mampu dia tanggung sama sekali. Tak ada sepatah kata pun yang mampu keluar dari bibir itu, hanya desahan nafas flustasi yang terdengar.
“Heh… ternyata memang tak pernah ada ‘untuk selamanya’” Caca tersenyum kecut, memecahkan semua kebisuan yang tengah berlangsung.
Aozora tersentak kaget, menatap nelangsa Caca.
“’Selamanya’” Aozora mengulangi kata-kata itu lirih seakan kata-kata itu telah kembali menggoreskan luka baru di hatinya. Dia menarik nafas dalam dan kembali menatap Caca.
“Tak pernah ada ‘untuk selamanya’. Semua karena ketololanku. Aku yang terlalu buta tak sanggup melihat bahwa satu-satunya orang yang aku cintai ada di sisiku. Aku terlalu dungu untuk mengerti arti kata itu. Kumohon maafkan aku dan kembalilah padaku” Aozora menggenggam erat tangan Caca, memohon penuh harap. Namun Caca terlalu dingin untuk menerima kata-kata itu, gadis itu kembali menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan rusuh kembali memamerkan senyum nelangsa itu.
“Bukankah sebatang pohon jika dicabut dengan paksa dari tempatnya di tanam tak akan pernah lagi bisa hidup meski kita berusaha dengan sekuat tenaga merawatnya?”
“Sebatang pohon yang telah dicabut dengan paksa dari tempatnya di tanam memang tak akan pernah lagi bisa hidup sekuat apa pun kita mencoba tapi bukankah masih ada akar yang begitu kuat yang tertinggal di tempatnya dulu. Jika kita merawat dan menjaganya dengan seluruh hati kita, aku yakin suatu saat akan ada tunas baru yang berasal dari akar itu yang tumbuh lebih indah dan kokoh dari sebelumnya. Kumohon kembalilah padaku. Aku mencitaimu. Aku membutuhkanmu” Aozora menatap lekat-lekat wajah Caca seakan dia tak ingin melewatkan satu detik pun saat ini. Direngkuhnya tubuh gadis itu yang terlihat mulai goyah, direngkuhnya ke dalam pelukannya yang hangat berharap semua itu mampu meyakinkan kembali perasaannya kali ini pada Caca.
“Kembalilah menjadi satu-satunya gadis dalam hidupku, kembalilah menjadi satu-satunya duniaku, kumohon kembalilah padaku, kumohon” Aozora berbisik lirih di telinga Caca membuat segala pertahanan yang telah dibangun oleh gadis itu seketika runtuh tak bersisa. Tubuhnya bergetar menahan segala perasaan yang berkecamuk di hatinya dan air mata mulai mengalir di kedua pelupuk matanya.
“Tahukah kau seberapa sakitnya hatiku?” Caca bergumam lirih sambil sesenggukan semakin mengiris hati Aozora.
“Aku tahu, aku tahu dengan pasti betapa sakitnya perasaan itu. Sungguh aku tak ingin kehilanganmu. Jangan pernah berfikit untuk meninggalkanku, kumohon” Aozora mendekap Caca semakin erat ke dalam pelukannya kini dia pun tak mampu ;agi menahan air matanya.
“Semua tentangmu kini terasa begitu menyakitkan bagiku. Aku… aku bahkan tak sanggup lagi untuk…”
“Tidak, kumohon jangan ucapkan kata-kata itu. Biarkan aku menyembuhkan luka yang telah aku goreskan di dalam hatimu”
Caca menggelengkan kepalanya dan melepaskan pelukan Aozora, ditatapnya wajah itu.
“Tidak, kau tak akan sanggup. Tak pernah ada penawar bagi luka hati”
“Maka biarkan aku mencobanya”
Caca kembali menggelengkan kepalanya.
“Akan kutemukan penawar itu untukmu. Aku tidak perduli bagaimana pun caranya atau berapa pun banyaknya waktu yang harus kuhabiskan untuk mencari penawar itu”
“Kau hanya akan menderita”
“Aku tidak perduli. Asalkan kau ada di sisiku, aku tak akan pernah perduli dengan rasa sakit yang harus kuderita”
“Aozora…”
“Kumohon berjanjilah untuk kembali padaku. Aku membutuhkanmu. Aku mencintaimu”
Air mata itu meleleh dengan indah di pelupuk mata mereka berdua, sebuah harapan baru saja kembali terukir di sana.
Maka lihatlah sebuah tunas baru saja tumbuh pada sebatang pohon yang baru saja ditanam, seseorang di suatu tempat telah memperoleh kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang telah ia perbuat.

♥♥♥

Mereka bilang setiap kali sekuntum bunga mekar, seseorang di suatu tempat telah menemukan kebahagiaannya.
“Kau tahu, aku rasa akan selalu ada ‘untuk selamanya’ di dunia ini” Caca tersenyum lembut menatap Aozora yang duduk di sebelahnya.
“Ya, selalu ada ‘untuk selamanya’ bagi kita” batin Aozora kembali membalas tatapan Caca dan tersenyum lembut pada gadis itu.
Maka lihatlah bunga-bunga yang bermekaran itu, seseorang di suatu tempat telah benar-benar menemukan kebahagiaan sejatinya.

Comments (0)

Posting Komentar